Sabtu, 25 November 2017

TIKUS TENGKORAK



Sore hari menjelang maghrib, kudengar kakakku Lutfan memanggil-manggil ayah seraya merengek-rengek.
“Bah..! buangakan pang tikus mati di kamar ulun” kata kakak.
“Buang sendiri” kata ayah
“Kada wani” kata kakakku lagi.
“Bungkus tangan pakai kantongan plastik, lalu angkat……”
“Tetap kada wani. Capati bah, buangakan….”
Mendengar kakak Lutfan merengek-rengek, aku dan kakak Amalia mentertawakannya.
“Uyuh kada wani, maka ganal ha awak” kataku. Padahal aku sendiri juga tidak berani.
Kakak terus merengek-rengek. Akhirnya ayah mau juga membuangnya. Namun sebelumnya ayah menasehati kakak. Kata ayah “ “Makanya kamar itu harus dibersihkan, jangan sampai  kertas dan barang-barang berserakan di lantai kamar. Dimana garang tikusnya !”
“Itu tuh di lantai parak (dekat) kasur” kata Lutfan.
Ayah lalu mengambil kantongan plastik lalu mengambil tikus tersebut dengan tangan kiri. Kami bertiga berlarian. Kakak Amalia ke dapur, Aku ke kamar tengah, sedangkan Lutfan sembunyi disamping lemari pakaian.
Sebelum dibuang, ayah mencari-cari kakak Lutfan. Aku berteriak ketika ayah ke kamar  memperlihatkan bangkai tikus tersebut. Dengan isyarat aku menunjuk ke tempat persembunyian kakak Lutfan, ayah lalu menutup pintu kamar dan ketahuanlah Lutfan bersembunyi di situ. Ayah kemudian menakut-nakuti Lutfan dengan tikus tersebut.
“Ih….. kaya tengkorak”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar