Sabtu, 25 November 2017

UNDANGAN IBU WALI



Kami, hari ini, Sabtu, 25 November 2017, pulang satu jam lebih cepat dari biasanya. Pada hari ini pula, ibu wali kelasku, II-A mengadakan acara perkawinan. Hari sebelumnya kami diberi undangan untuk disampaikan kepada orang tua masing-masing.
Ayah lebih dulu pergi ke kondangan perkawinan tersebut. Ayah sebenarnya ingin mengajakku, namun ibu telah berjanji  menjemputku di toko. Aku sempat gelisah karena pukul 11 lewat ibu belum juga datang. Dan ketika hampir pukul setengah dua belas, baru ibu tiba dan langsung mengajakku melawat.


Dari toko ataupun dari sekolahku ke tempat Ibu wali kelas tidak terlalu jauh. Setelah naik jembatan candi  berjalan sekitar  20-30 meter, setelah itu belok ke kanan berjalan lagi sekitar 20-30 meter …. dan sampailah ke tempat acara.
Saat kami datang sebagian tamu sudah banyak yang pulang. Jadi suasananya sedikit lengang. Ditempat kondangan tersebut, aku ketemu dengan temanku yang bernama Nazril. Rumahnya di desa Bayur. tepatnya dari jembatan candi belok ke kiri.
Sebelum pulang, kami pamit dan bersalaman dengan Ibu wali. Aku senang sekali. Sekarang aku jadi tahu rumah ibu wali….

TIKUS TENGKORAK



Sore hari menjelang maghrib, kudengar kakakku Lutfan memanggil-manggil ayah seraya merengek-rengek.
“Bah..! buangakan pang tikus mati di kamar ulun” kata kakak.
“Buang sendiri” kata ayah
“Kada wani” kata kakakku lagi.
“Bungkus tangan pakai kantongan plastik, lalu angkat……”
“Tetap kada wani. Capati bah, buangakan….”
Mendengar kakak Lutfan merengek-rengek, aku dan kakak Amalia mentertawakannya.
“Uyuh kada wani, maka ganal ha awak” kataku. Padahal aku sendiri juga tidak berani.
Kakak terus merengek-rengek. Akhirnya ayah mau juga membuangnya. Namun sebelumnya ayah menasehati kakak. Kata ayah “ “Makanya kamar itu harus dibersihkan, jangan sampai  kertas dan barang-barang berserakan di lantai kamar. Dimana garang tikusnya !”
“Itu tuh di lantai parak (dekat) kasur” kata Lutfan.
Ayah lalu mengambil kantongan plastik lalu mengambil tikus tersebut dengan tangan kiri. Kami bertiga berlarian. Kakak Amalia ke dapur, Aku ke kamar tengah, sedangkan Lutfan sembunyi disamping lemari pakaian.
Sebelum dibuang, ayah mencari-cari kakak Lutfan. Aku berteriak ketika ayah ke kamar  memperlihatkan bangkai tikus tersebut. Dengan isyarat aku menunjuk ke tempat persembunyian kakak Lutfan, ayah lalu menutup pintu kamar dan ketahuanlah Lutfan bersembunyi di situ. Ayah kemudian menakut-nakuti Lutfan dengan tikus tersebut.
“Ih….. kaya tengkorak”

Jumat, 24 November 2017

CERITA BANJIR



Banyak  yang dapat  kuceritakan tentang banjir. Baik suka maupun dukanya. Sukanya aku dapat mandi sambil main air. Dukanya, teras rumah kami terendam, kalau ke sekolah harus digendong, tidak ada paman pentol yang mau lewat. Terlebih lagi, kakiku mudah terserang kutu air alias “Balancat”.



Banjir kali ini sudah yang keberapa kalinya. Menurut catatan di blogku, tahun 2016 terjadi banjir pada bulan Desember. Sedangkan di tahun 2017 ini terjadi pada bulan Maret lalu dan bulan November sekarang.
Akibat banjir pula, banyak sekolah yang terpaksa diliburkan, misalnya di SD Islam Banjang. Parahnya lagi, dari cerita ibu kudengar, bahwa di Kaludan, ada seorang anak seusiaku yang ketika mau berangkat mengaji ke TPA sepeda dan dirinya tercebur ke sungai. Kasihan…. dia hanyut dan meninggal….

BERSIH-BERSIH



Akhirnya banjir mulai surut. Hal tersebut tampak dari tinggi air di titian panjang di depan rumah. Karena mulai surut, maka lantai titian jelas terlihat, dan juga airnya lebih jernih dari sebelumnya.
Setelah mandi dan makan pagi, masih ada waktu sebelum pergi ke sekolah. Ayah membersihkan teras yang penuh dengan “bulanak” (tanah bawaan) yang mengendap di lantai.


Melihat hal tersebut aku kepengin membantu. Aku ambil sapu yang tersandar di dinding. Meskipun dilarang, aku tetap membersihkan debu tanah yang mengendap digenangan air. Kalau terlambat dibersihkan, maka menghilangkannya lebih sulit. Karena endapan tanah tersebut  akan lengket atau meresap ke dalam pori-pori lantai.
Tepat pukul 07.00 wita, ayah menyuruhku berhenti untuk membantu. Kali ini aku menuruti perintah ayah karena harus segera berangkat ke sekolah…..

ADA PENAMPAKAN



Sehabis shalat isya, aku melakukan maskeran bersama kakak. Kebetulan kakak mempunyai 2 jenis masker, yaitu ada yang berwarna hitam, satunya lagi berwarna putih. Kali ini, kami menggunakan masker yang berwarna putih.



Kakak mengajari aku cara mengoleskan masker menggunakan kuas. Setelah selesai akupun berfoto di muka cermin.
Hii…seram, ada penampakan, kata ayah.
“Hi ih, kaya (seperti) penampakan di senetron “ih seeraaam…”  kataku tertawa.